Akses cepat:

Langsung ke konten (Alt 1) Langsung ke menu utama (Alt 2)

Tentang proyek
Arthouse Cinema 2023

New Arthouse Cinema © Goethe-Institut Indonesia / Each Other Company
Film horor merupakan genre populer yang memanfaatkan elemen-elemen supranatural dan gaib untuk secara sengaja mengagetkan atau pun menakut-nakuti penonton. Sementara itu, teror mengacu kepada kondisi ketakutan atau kengerian ekstrem yang biasanya dipicu oleh ancaman kekerasan atau kemalangan. Dalam kaitan dengan isu-isu politik dan sosial, teror dapat dihubungkan dengan tindak kekerasan atau pemaksaan yang digunakan oleh kelompok atau orang tertentu untuk mencapai tujuan masing-masing.

Banyak orang mungkin juga langsung teringat kepada istilah lain yang terkenal di ranah budaya pop dan berasal dari bahasa Jerman: “Angst.” Istilah ini melebihi terjemahan harfiah sebagai “rasa takut” dan merujuk kepada perasaan yang ditimbulkan oleh suasana menyeramkan atau oleh ketakutan akan sesuatu yang menanti di masa depan. Dalam konteks ini ada satu istilah lagi, yang juga dikenal luas, yaitu “German Angst.” Istilah ini terutama mendeskripsikan arah tertentu film Jerman yang muncul pada tahun 1970-an dan 1980-an dan dicirikan oleh penggambaran serba suram dan mengusik mengenai masyarakat Jerman pada masa tersebut. Film-film yang mengikut arah itu hendak memprovokasi dan mengejutkan para penonton di bioskop. Tema-tema yang sering diangkat adalah hal-hal tabu seperti kekerasan, seks, dan trauma psikis.

Ke-33 film Jerman hasil seleksi kami untuk program Arthouse Cinema tahun ini menunjukkan bahwa istilah-istilah di atas kadang-kadang tumpang tindih, tetapi dapat dipertukarkan. Semua perasaan atau pun emosi yang terpicu jika kita takut, tertantang, atau bahkan jijik karena suatu makhluk atau kejadian mungkin saja timbul dalam konteks pribadi maupun komunal kita sebagai manusia.

Arthouse Cinema dimulai tanggal 18 Maret 2023 di GoetheHaus Jakarta dengan dua film: “Vier Könige” (sutradara: Theresa von Eltz) dan “Nosferatu – Phantom der Nacht” (sutradara: Werner Herzog). Kedua film itu menghadirkan sosok-sosok yang harus berjuang untuk mengatasi berbagai permasalahan batin dan trauma psikis. Dalam Nosferatu, tokoh Jonathan Harker dihantui oleh rangkaian pertemuannya dengan vampir Count Dracula, dan ia pun terpaksa menghadapi kefanaannya serta berbagai ketakutannya agar dapat mengalahkan sang vampir. Serupa dengan itu, para tokoh dalam “Vier Könige” mengalami masalah-masalah psikis dan pergulatan batin yang harus bisa mereka atas demi memperoleh kesembuhan dan dukungan.

Dalam rangka program ini, kami dengan bangga ingin memperkenalkan sejumlah sutradara Jerman perempuan terkemuka, antara lain Margarethe von Trotta (Hannah Arendt), Doris Dörrie (Grüße aus Fukushima), Janna Ji Wonders (Walchensee Forever), Nicolette Krebitz (Wild), Nora Fingscheidt (Systemsprenger), Ute Adamczewski (Zustand und Gelände), Luzie Loose (Schwimmen) dan Anne Linsel (Tanzträume: Jugendliche tanzen “Kontakthof” von Pina Bausch). Semua film yang masing-masing bersifat unik itu mengajak orang untuk merenung dan sama-sama berkomitmen untuk menjelajahi interaksi yang kompleks antara kenangan, trauma, dan kekuatan gambar. Film “Walchensee Forever” dan “Grüße aus Fukushima” menanti Anda dengan gaya visual yang khas dan cara bercerita yang bersifat eksperimental. “Walchensee Forever” menggunakan kombinasi gambar diam, materi arsip, dan sekuens yang menyerupai mimpi untuk menciptakan narasi yang terfragmentasi dan tidak linier, yang mencerminkan perjalanan sang protagonis menembus kenangan dan sejarah. Dengan cara serupa, “Grüße aus Fukushima” memanfaatkan campuran antara material film dokumenter dan narasi fiktif untuk menghasilkan potret yang kompleks dan berlapis banyak mengenai kawasan itu dan para penghuninya.

Anda ingin menonton film yang lebih ringan? Kami juga menyajikan “Magical Mystery”, “Dicke Mädchen” dan “Männer zeigen Filme und Frauen ihre Brüste”. Judul film terakhir ini dengan sengaja hendak memprovokasi dan mengarahkan perhatian bagaimana tubuh perempuan dalam film sering kali direduksi menjadi objek bagi tatapan dan kepuasan kaum laki-laki semata-mata. Film-film ini akan memicu tawa, tangis, amarah, dan semua reaksi di antara itu. Bagi Anda yang ingin mengenal daya pikat dunia politik dan kasus-kasus kriminal, kami merekomendasikan “Aus dem Nichts” karya Fatih Akin dan “Freies Land” karya Christian Alvarts, yang masing-masing dilengkapi takarir bahasa Indonesia.

Film “Black Box BRD” karya Andres Veiel, “Barbara” karya Christian Petzold, “Adam und Evelyn” karya Andreas Goldstein serta “Gundermann” karya Andreas Dresen sama-sama menyoroti sejarah Jerman pasca-Perang Dunia II berikut dampaknya terhadap kehidupan individu. Melalui kisah para tokohnya, film-film tersebut menghadirkan potret yang kompleks dan kaya nuansa mengenai Jerman dan orang-orangnya. Selalu ada ketegangan di antara tujuan pribadi dan ideologi politik, serta tantangan untuk mengarungi norma-norma kemasyarakatan yang terus berubah.
 
Top