Akses cepat:

Langsung ke konten (Alt 1) Langsung ke menu utama (Alt 2)

Anak Muda dan Media Baru
Ponsel pintar adalah Tangan Ketiga

Tumbuh bersama Internet
Tumbuh bersama Internet | Photo (detail): © maria_savenko - Fotolia.com

Apakah di rumah sendiri atau tidak tempat teman, ponsel selalu ada di kantung celana. Dalam wawancara ini tiga anak muda berbicara kritis mengenai ponsel pintar dan penggunaan yang berlebihan – dan apa saja langkah mereka untuk mengatasinya.

Pada tahun 2016 di Berlin untuk pertama kali berlangsung TINCON, kongres internet oleh anak muda untuk anak muda. Anggota dewan penasihat TINCON antara lain Charly (16), Kaan (17) dan Oke (16). Di kantor TINCON di Berlin-Kreuzberg, mereka bercerita bahwa yang membuat mereka betah bekerja menyiapkan konvensi itu adalah hubungan antarmanusia yang bersahabat dan saling menghargai. Hubungan seperti itu tidak selalu ditemui di internet.

Ole, Charly, Kaan, kenapa percakapan di internet sering begitu kasar?

Ole (kelahiran 2000), nama lengkap Jan Ole Pieper, bersekolah di Walddörfer Stadtteilschule di Hamburg Ole (kelahiran 2000), nama lengkap Jan Ole Pieper, bersekolah di Walddörfer Stadtteilschule di Hamburg | Photo (detail): © Pribadi Ole: Itu perkembangan zaman. Di antara teman memang biasa saling mengganggu. Tapi canda di antara teman sekelas kadang-kadang cukup ekstrem. Di internet tentu saja ada forum di mana kita berdiskusi secara objektif, tapi ada juga forum di mana orang saling menyinggung.

Apakah orang dewasa lebih bisa menghadapi agresi di internet?

Kaan: Tidak. Baru-baru ini ayahku naik pitam setelah membaca komentar di sebuah forum. Aku sempat bertanya kepadanya apakah ia serius mengirim balasan yang sengit, sebab itulah yang memicu pertengkaran di internet. Kita jangan pernah menanggapi tulisan di internet yang hanya mau memprovokasi.  Kalau orang menyadari bahwa provokasi mereka tidak ditanggapi, mereka akan berhenti karena tidak asyik lagi.

Apa saran kalian kepada orang dewasa pada umumnya?
“Charly” (kelahiran 2000), nama sebenarnya Cheyenne Nepolsky, bersekolah di Paula-Fürst-Gemeinschaftsschule di Berlin. “Charly” (kelahiran 2000), nama sebenarnya Cheyenne Nepolsky, bersekolah di Paula-Fürst-Gemeinschaftsschule di Berlin. | Photo (detail): © Pribadi Charly: Anak-anak zaman sekarang tumbuh bersama internet dan belajar untuk tidak langsung “benci” kepada setiap orang yang berbeda pendapat, melainkan bertanya kenapa ia berpikiran begitu. Orang dewasa kadang-kadang tidak memahami ini dan merasa bebas menulis apa saja. Menurutku, banyak orang dewasa harus belajar dulu menunjukkan toleransi dasar di internet.

Dari mana kalian mendapat toleransi dasar itu?

Charly: Kami belajar sendiri, dan sambil jalan belajar banyak hal lain. Anak umur 12 tahun menyinggung orang lain tanpa pikir panjang. Tapi kemudian mereka belajar untuk tidak melakukannya lagi – antara lain karena ada orang lain di internet yang menegur mereka: Kenapa kau bersikap begitu? Coba pikirkan dulu apa yang kau tulis itu. Memang perlu waktu, tapi pada akhirnya cukup berhasil.

Ponsel pintar kalian dipakai untuk apa saja?

Charly: Untuk komunikasi.

Kaan: Sebelum zaman internet tidak begitu mudah menjalin atau kontak. Sekarang jauh lebih mudah berkenalan dengan orang lain tanpa perlu keluar rumah.

Ole: Bukan hanya untuk komunikasi, tapi untuk semuanya: Youtube, membaca, atau bermain game untuk mengisi waktu. Bisa dibilang aku tidak pernah lagi benar-benar merasa bosan. Ada cukup banyak serial tv, film dan game di ponsel pintar, yang selalu dibawa di kantung celana.

Seberapa sulit untuk menyingkirkan ponsel pintar?

Kaan Yildirim (kelahiran 1999) sudah lulus sekolah dan akan mulai magang. Kaan Yildirim (kelahiran 1999) sudah lulus sekolah dan akan mulai magang. | Foto (Ausschnitt): © Pribadi Kaan: Begitu bangun pagi, aku langsung pegang ponsel:  Jam berapa sekarang, berapa orang yang menghubungiku, apa ada kejadian penting? Aku juga selalu buka ponsel kalau sedang menganggur. Kalau ada kesibukan, ponselnya kutaruh. Andai kata aku menggunakan ponsel di tengah percakapan seperti ini, tentu akan aneh. Aku sendiri akan merasa tidak nyaman. Tapi begitu kita selesai, aku akan segera melirik ponsel. Dan kenapa ponsel harus disingkirkan?  Ukurannya pas untuk masuk kantung.

Bukankah itu mengganggu?

Kaan: Sebenarnya begitu. Ponsel pintar adalah langkah pertama untuk menjadi cyborg. Ponsel kita menyimpan begitu banyak data yang mencerminkan diri kita. Ponsel sudah menjadi semacam tangan ketiga. Karena itu ada saja orang yang marah kalau ponsel pintarnya diambil. Itu ibaratnya mengambil sebelah tangan mereka. Kita lebih tergantung ponsel dari yang kita sadari.

Charly: Keinginan untuk selalu memegang ponsel hanya kurasakan waktu ponselnya masih baru. Setelah beberapa waktu “ketergantungan” seperti itu hilang dengan sendirinya.  Aku sendiri menganggap ada baiknya kalau ponsel pintar sekali-sekali ditaruh saja. Aku bisa melakukannya dengan mudah.

Kalian tidak kewalahan menghadapi serbuan media?

Ole: Kalau dengan ponsel pintar tidak, justru dengan komputer aku cenderung begitu kalau terlalu fokus ke satu hal. Begitu aku mau memrogram sesuatu dan ada masalah, aku langsung frustrasi. Atau kalau saya aku proyek sekolah dan informasinya terlalu banyak.

Kaan: Ponsel pintar dan komputer itu memang canggih. Batas toleransinya sangat tinggi, sebelum kita merasa kewalahan. Ada yang namanya phantom vibration syndrom. Artinya, kita merasakan ponsel kita bergetar, padahal tidak. Itu tandanya kita berlebihan menggunakan ponsel.

Charly: Pada dasarnya ponsel harus lebih sering ditaruh, dan setiap orang perlu menemukan batasnya sendiri.

Bagaimana caranya kalian menemukan ketenangan?

Charly: Kita harus bisa menahan diri dan bertekad untuk tidak memakai ponsel. Kita juga bisa menyetel jam alarm untuk membatasi berapa lama kita memakai ponsel. Atau kita membuat wallpaper “Jangan keseringan main hape.”

Ole: Kalau kita sendiri tidak sanggup, kita bisa minta tolong teman atau saudara untuk menegur kita. Kalau aku lagi pakai ponsel pintar, aku mengingatkan diri sendiri bahwa lebih baik keluar dan bertemu teman daripada mendekam di dalam rumah terus. Tinggalkan dunia digital dan kembali ke dunia analog.

Charly and Kaan with Thomas Feibel at the Tincon Office Charly and Kaan with Thomas Feibel at the Tincon Office | Photo (detail): © Tincon Setiap kali menelusuri internet, kita meninggalkan jejak data yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain, misalnya oleh dunia usaha. Bagaimana kalian menyikapi hal ini?

Charly:Aku sering memperhatikannya. Contohnya kalau aku lagi mencari informasi tentang konsol game di Google. Lalu, waktu aku masuk ke Ebay, tahu-tahu sudah ada penawaran aksesori dan game. Aku jadi bertanya-tanya, seberapa jauh mereka itu mengenalku? Apakah aku perlu lebih hati-hati di internet? Aku memang kurang suka mereka tahu macam-macam tentang diriku, tapi di pihak lain aku juga tidak terlalu ambil pusing.

Tapi ujung-ujungnya bisa ada manipulasi. Jangan-jangan kalian menerima informasi sepihak saja.

Charly: Kebebasan di internet bisa diperoleh kembali dengan beberapa klik saja. Jadi masalahnya tidak terlalu serius.

Kaan: Aku pribadi justru sangat terganggu. Kita dilihat bukan sebagai orang, melainkan sebagai ID atau IP. Dan semuanya lebih melekat kepada kita dari yang kita kira. Bagiku menyeramkan bahwa mereka tahu apa yang kuinginkan. Aku merasa tidak bebas kalau ada kesan bahwa aku sedang dinilai.

Ole: Keadaannya semakin ekstrem dan algoritma yang dipakai juga semakin canggih, karena kita terus menyodorkan informasi kepada mereka. Anak muda sering tidak menyadarinya. Ini menyangkut diri kita dan kita perlu melakukan sesuatu untuk menghadapinya.

Bagaimana kalian kelak akan mendidik anak-anak kalian terkait penggunaan internet?

Charly and Kaan. Ole took part in the interview via Skype. Charly and Kaan. Ole took part in the interview via Skype. | Photo (detail): © Tincon Ole: Anak balita takkan kuperkenalkan dulu dengan internet. Nantinya mereka perlu dibiasakan sedikit demi sedikit, perlahan-lahan dan tanpa larangan. Tapi semua itu tetap ada waktu dan batasnya. Seorang anak sebaiknya baru diberi ponsel pintar setelah ia tahu kelebihan dan kekurangannya, tetapi juga tahu keasyikan yang bisa didapat di dunia nyata.

Kaan: Aku akan mendampingi dan mengawasinya, tetapi terutama juga menjelaskan segala sesuatu. Menurutku tidak baik kalau anak dilarang melakukan sesuatu tanpa diberi tahu alasannya. Harus ada penjelasan, sebab kalau tidak, larangan itu takkan dianggap serius. Aku juga akan menunjukkan kepadanya apa artinya dunia nyata. Teman, bermain di luar. Begitu kita berada di luar, kita akan mengalami sesuatu. Ada dunia luas yang menanti kita di luar.

Top