Akses cepat:

Langsung ke konten (Alt 1) Langsung ke menu utama (Alt 2)

Digital Discourses
AI di Ruang Redaksi: Kawan atau Lawan?

panel 5

Perkembangan kecerdasan buatan telah mendefinisi ulang implikasi penggunaan teknologi di ruang redaksi. Diterimanya wartawan robot dan jurnalisme terotomatisasi telah memicu perdebatan global mengenai makna kecerdasan buatan bagi jurnalisme. Apakah kecerdasan buatan itu merupakan ancaman atau peluang bagi jurnalisme? Bagaimanakah kecerdasan buatan dapat membantu keberlangsungan ruang berita dan turut membentuk masa depan jurnalisme? Apa saja batu sandungan dan implikasi etika untuk artikel yang ditulis oleh kecerdasan buatan?


Pembicara

Wan Ulfa Nur ZuhraPrivat: © Wan Ulfa Nur Zuhra

Wan Ulfa Nur Zuhra

adalah pendiri dan direktur eksekutif Indonesian Data Journalism Network. Ia juga bekerja sebagai sub-editor senior di Glance Indonesia. Wan Ulfa bekerja sebagai wartawan sejak 2011. Sebelum bergabung dengan Glance, ia manajer rekanan untuk liputan kolaborasi di Tirto.id. Pada tahun 2019, timnya mengungkapkan kasus-kasus kekerasan seksual yang masif di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Seri liputan itu memenangkan SOPA Award for Public Service Journalism 2020 dan Tasrif Award 2020.

Pada 2018 ia meraih gelar master di bidang jurnalisme data di Birmingham City University sebagai penerima beasiswa Chevening. Semasa kuliah itu, ia mendapat Midlands Media Student Award dalam kategori berita.

Sebastian JannaschPrivat: © Sebastian Jannasch

Sebastian Jannasch

Wakil Kepala Strategi Korporat badan siaran internasional Jerman Deutsche Welle (DW). Dalam rangka pengembangan strategi, Sebastian mengamati tren media dan teknologi. Ia memimpin proses perumusan panduan strategis dan etis DW untuk kecerdasan buatan. Sebastian juga menjadi pimpinan tim di unit inovasi “DW Lab”. Sebelum bergabung dengan DW, ia bekerja sebagai wartawan untuk sebuah surat kabar nasional di Jerman. Ia meraih gelar sarjana di bidang hubungan internasional dari Sciences PO Paris dan Humboldt-Universität Berlin dan sempat menimba ilmu di London dan Washington D.C.

Alexandra BorchardtPrivat: © Jacobia Dahm

Alexandra Borchardt

adalah seorang wartawan senior, penulis buku, dosen, dan penasihat media. Ia bekerja sebagai konsultan dan pelatih untuk World Association of New Publishers (WAN-IFRA) dalam program Table Stakes Europe mengenai transformasi digital di ruang pemberitaan. Ia berasosiasi dengan Hamburg Media School, tempat ia memimpin Journalism Innovators Program. Ia penulis utama EBU News Report dari European Broadcasting Union yang akan segera terbit, dan berafiliasi dengan Reuters Institute for the Study of Journalism pada University of Oxford sebagai Senior Research Associate setelah mengabdi sebagai Director of Leadership Programs sampai 2019. Sebelumnya, ia menjadi editor pengelola Süddeutsche Zeitung (SZ), harian berkualitas terkemuka Jerman.

Charlie BeckettPrivat: © Charlie Beckett

Charlie Beckett

profesor pada Departemen Media dan Komunikasi di London School of Economics. Ia direktur pendiri POLIS, wadah pemikir LSE di bidang jurnalisme internasional. Saat ini ia memimpin proyek kecerdasan buatan untuk jurnalisme yang diselenggarakan oleh Polis/LSE. Proyek itu mengadakan riset, pelatihan, lokakarya inovasi dan acara mengenai bagaimana kecerdasan buatan mengubah media berita. Sebelum bergabung dengan LSE, Beckett pembuat film peraih penghargaan, produser dan editor program di BBC dan Channel 4 News ITN.


Moderator

Yearry Panji SetiantoPrivat: © Dessy Dristy

Yearry Panji Setianto

adalah dosen ilmu komunikasi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Universitas Multimedia Nusantara. Yearry menyelesaikan program doktoral di Ohio University dan kini fokus di bidang critical data studies. Sejumlah penelitiannya telah dipresentasikan di seminar internasional seperti Association of Internet Researchers (AoIR) dan EuroSEAS, serta risetnya dimuat di Journal of Media and Religion dan Southeast Asian Studies.  Pernah mengikuti sejumlah short course di Queensland University of Technology (2018), KITLV-Leiden University (2018) dan Vrije Universiteit, Amsterdam (2019). Pada 2019 ia diundang sebagai visiting researcher di Digital Ethnography Research Center (DERC) RMIT University di Melbourne, Australia.

Top