Rubicon-Di Tengah

Rubicon-in der Mitte © Goethe-Institut Bandung

Rubicon adalah eksperimen akan intuisi dalam melihat masalah, mencari solusi, dan kerjasama. Ide format acara ini berawal dari pembacaan kami terhadap minimnya pola kerja lintas disiplin yang berhubungan dengan isu urban yang berumur panjang. Meminjam frasa crossing The Rubicon yang berarti ‘titik nirkembali’, Rubicon menawarkan eksplorasi proses kolaborasi interdisiplin sebagai sebuah titik tolak cara mencari solusi bersama menghadapi isu urban. ‘Kreativitas’ sebagai salah satu aspek interdisiplin dekat dengan teknologi informasi dan latar belakang pendidikan tinggi (Rajab, 2014). Kerja ‘interdisiplin’ dan ‘kreatif’ di Bandung sendiri, sebenarnya cukup banyak dilakukan secara informal, intuitif, dan lintas demografi. Rubicon berupaya menjadi ruang bertemu yang cair dan acak yang diharapkan dapat membuka kemungkinan baru dalam pola kerjasama interdisiplin di kota Bandung. 

Dalam dua bagian awal Rubicon, Ngopi dan Kotaton, titik berat aspek interdisiplin bukan apa yang dihasilkan dari komunikasi dan kerjasama, tetapi bagaimana mengkondisikan proses komunikasi dan kolaborasi. Tahapan Ngopi menemukan bahwa diskusi lintas disiplin yang membahas tentang topik pola kerja kolektif, lingkungan hidup dan kemanusiaan jarang dilakukan. Dalam beberapa sesi Ngopi khususnya yang membahas tentang isu kota kita menemukan banyak sekali pekerja kreatif dan juga aktivis yang sama-sama membahas isu yang sama tetapi tidak pernah bertemu sebelumnya. 

Pada Kotaton, keragaman para pendaftar menjadi sebuah kejutan kecil, karena sebelumnya kami berasumsi kalau acara seperti ini akan didominasi oleh sektor kreatif. Di luar dugaan, jumlah pendaftar dari sektor kreatif bahkan tidak mencapai setengahnya. Sebuah langkah awal yang baik, menunjukkan bahwa sesuatu yang spekulatif seperti proyek Rubicon ternyata diminati oleh banyak disiplin dan latar belakang. Kotaton juga menyingkap bahwa secara tematik, tema lingkungan menjadi minat terbesar dan tergenting yang membutuhkan lebih banyak kerja interdisiplin, paling tidak bagi para peserta. 

Fase prototyping dan persiapan pameran kemudian memperjelas tantangan kerjasama interdisiplin yang sebenarnya. Perbedaaan cara berpikir, pola kerja, sudut pandang dan pengukuran capaian menjadi bagian dari proses kompromi dalam kolaborasi. Kecenderungan tegangan juga beberapa muncul ketika proses pameran dianggap secara spesifik sebagai sebuah kegiatan artistik. Di sisi lain, beberapa peserta Kotaton melanjutkan kerjasamanya setelah mengikuti Kotaton karena berhasil menemukan titik tengah di antara para kolaborator. Pada akhirnya, situasi ini memunculkan wawasan mengenai parameter kolaborasi, yang menjadi catatan besar bagi kami dalam melihat kelanjutan proyek ini.

Walaupun rangkaian Rubicon ditutup oleh pameran ini, sesuai sub-judulnya, “Di Tengah”, apa yang ada di dalamnya perlu dilihat sebagai tahap merintis. Perwujudan setengah jalan karya-karya ini merupakan undangan dialog yang luas: kekuatan konsep, kelayakan dan potensinya. Dialog-dialog inilah modal, baik para peserta maupun kami sebagai fasilitator, yang akan mengantarkan kepada strategi akan keberlanjutan.

Rajab, Budi. (2014): Kajian Tentang Pembentukan dan Dinamika Kelas Kreatif di Kota Bandung. (Disertasi Doktoral, Universitas Padjajaran, 2014).
 

Ide Proyek

Reimagine The Basin  © © Group Redefine 5 Reimagine The Basin © Group Redefine 5
REIMAGINE THE BASIN
Aulia Yeru
Zahid Muharram
Tegar Pratama

Terdiri dari psikolog komunitas, seniman dan storyteller, Reimagine The Basin merupakan sebuah usaha membayangkan kembali tentang ruang hidup yang kita tinggali, terutama Bandung yang secara geografis merupakan sebuah cekungan yang luas. Dalam prosesnya, data dikumpulkan lewat pendekatan edukatif dan partisipatoris: pengumpulan cerita yang dinarasikan ulang, lokakarya penggambaran wilayah secara sederhana, serta kegiatan-kegiatan pro-lingkungan seperti penanaman pohon dan membawa anak-anak bermain di gunung. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan untuk pertama kali di bilangan gunung Manglayang. Setelah menemukan cara kolaborasi dengan berbasis gotong royong dan disiplin dalam komunikasi, Reimagine The Basin akan dilanjutkan untuk menemukan bentuk idealnya: membayangkan ulang ruang-ruang yang ada di Bandung sebagai cekungan, tidak hanya di gunung-gunung, tetapi juga ke tengah kota dan gang-gang yang ada.
 

Irama Anak Kota  © © Group Reform 7 Irama Anak Kota © Group Reform 7
IRAMA ANAK KOTA
Arsya Ardiansyah
Dian Nurdyana
Yaya Risbaya

Terdiri dari musisi, filmmaker dan aktivis lingkungan, Irama Anak Kota adalah sebuah upaya menumbuhkan rasa kepedulian anak-anak sebagai generasi penerus, terhadap lingkungan, khususnya tentang permasalahan sampah melalui edukasi dengan metode belajar dan bermain. Karya yang disajikan merupakan hasil karya dari anak-anak di Kawasan Cibogo yang dihasilkan selama proses kegiatan Irama Anak Kota berlangsung. Karya tulis, gambar dan juga musik yang tercipta selama kegiatan berlangsung ini merupakan bentuk respon anak-anak di Kawasan Cibogo terhadap permasalahan lingkungannya. Keterlibatan langsung—baik sesama anggota kelompok dan terhadap partisipan proyek, serta kemampuan beradaptasi yang cepat, menjadi modal dalam melancarkan proses kolaborasi. Untuk pameran Rubicon~Di Tengah, Irama Anak Kota menciptakan instalasi yang mengajak pengunjung merespon permasalahan sampah melalui bentuk tulisan, yang nantinya akan diupayakan menjadi sebuah lirik baru untuk karya musik edukasi selanjutnya.

Towards Bandung Inclusive  © © Group Reconnect 13 Towards Bandung Inclusive © Group Reconnect 13
TOWARDS BANDUNG INCLUSIVE
Andi Abdulqodir
Fariz Fadhillah
Nicolaus Aji

Terdiri dari desainer yang berbeda keahlian, Towards Bandung Inclusive mengolah sebuah kampanye aksesibilitas disabilitas lewat intervensi ruang publik. Berfokus pada sensibilitas tuna netra, kelompok ini membuka dialog di ruang publik dengan melaksanakan program diskusi, menciptakan area bermain "Play.Gg.Round" yang memperkenalkan aspek-aspek komunikasi tuna netra, serta pengembangan desain ruang publik. Menggunakan pendekatan partisipasi warga dan profesional, kelompok ini mencoba membangun kesadaran awal dalam merasakan kehadiran para disabilitas sehingga masyarakat pun dapat mengawasi dan mengkritisi bagaimana akses bagi para disabilitas di pembangunan infrastruktur.

Redefinisi Arsip Digital  © © Group Redefine 6 Redefinisi Arsip Digital © Group Redefine 6
Intervensi Jagat Meme
Blancobenz Atelier
Kapital Space 
Ramaputratantra

Terdiri dari kolektif seni dan musisi, Intervensi Jagat Meme bermaksud meredefinisi arsip digital tentang peristiwa atau permasalahan kota Bandung, lewat simulasi yang melibatkan integrasi peristiwa kota, manusia, teknologi, internet, dan peretasan. Proyek ini hadir dalam bentuk instalasi interaktif berbasis pemrograman dengan materi utama berupa meme digital yang dikumpulkan dan didistorsi menggunakan tambahan perangkat keras khusus. Lewat proses brainstorming yang intensif dan pembagian kerja, karya ini berfokus pada kesadaran terkait kuasa publik terhadap internet melalui medium paling mudah dan populer (meme). Publik disuguhkan banyak meme dan kemudian dapat merusak, menambahkan, atau membubuhkan elemen baru. Setelah Kotaton, proyek ini membayangkan realisasi bentuk purwarupa dalam bentuk yang lebih lengkap.

Tri Tangtu  © ©  Group Reform 10 Tri Tangtu © Group Reform 10
Tri Tangtu
Azhar Magentalangit 
Bachrul Restu Bagja 
Dikky Mochamad Dzulkarnaen 
Michael Chandra 
Mochamad Andi Nurfauzi 
Monica Hapsari
Terdiri dari seniman, musisi, dan aktivis lingkungan, Tri Tangtu mengelaborasi musik modern dan Karinding, reboisasi dan pengelolaan sampah. Proyek ini mencoba menciptakan ruang yang dapat difungsikan sebagai sarana dan fasilitas pengomposan organik, didukung dengan penyebaran paper seed yang dapat menopang pohon di sekitar, dan diberikan treatment oleh komposisi nature sound music yang digabung dengan instrumen karinding.

Sesajen Mikro Khodam  © © Group Reform 12 Sesajen Mikro Khodam © Group Reform 12
Sesajen Mikro Khodam 
Lab Ngebon 
Dr. Maesa Ranggawati Kusnandar 
Yayasan Lokus Seni dan Sains 
 
Terdiri dari seniman, akademisi/peneliti, dan pelaku permakultur, Sesajen Mikro Khodam berangkat dari menyadari bahwa manusia itu tidak sendiri, banyak mikroorganisme sebagai penjaga kesehatan tubuh yang juga perlu diperhatikan daur hidupnya. ‘Sesajen’ bagi mikroorganisme ini didapat dari sayur mayur dan buah-buahan yang dibudidayakan secara permakultur oleh Lab Ngebon. Memahami porsi kerja masing-masing keahlian, proses pembuatan Sesajen Mikro Khodam melihat daur hidup makro dan mikro sebagai fokus proyek. Sesajen Mikro Khodam diharapkan terus berkembang untuk memberi edukasi bahwa manusia hidup berdampingan dengan mikroorganisme yang hidup di dalam tubuhnya dan membutuhkan asupan yang sehat untuk diserap.


Reintrepretasi Hantu Perempuan di Kota Bandung  © © Group Reconnect 16 Reintrepretasi Hantu Perempuan di Kota Bandung © Group Reconnect 16
Selidik Jurig 
Fefia Suh  
Khemal Andrias  
Ressa Ria  
Rininta Isdyani 
 
Terdiri dari seniman, desainer, serta aktivis kemanusiaan dan gender, Selidik Jurig mengangkat kisah hantu sebagai cerminan dari nilai atau kepercayaan masyarakat pada suatu tempat dalam bentuk instalasi. Perempuan, bahkan ketika menjadi hantu mengalami demonisasi, yaitu penggambaran sebuah subyek yang bersifat jahat atau amoral. Bagaimana sosok hantu perempuan dimaknai sangat berkaitan dengan citra perempuan yang dibentuk oleh sistem patriarki, yang nilai-nilainya terus direproduksi salah satunya melalui kisah hantu. Lewat pola komunikasi, pengembangan ide bersama, dan pengumpulan data secara partisipatoris, Selidik Jurig mengolah gambaran persepsi orang-orang sebagai refleksi akan kisah hantu, perempuan, dan nilai-nilai sosial.

Top