Penayangan film, diskusi Setapak Demi Setapak: 38 Tahun Garin Nugroho Berkarya

Arthouse Cinema Jakarta_Nyai © Courtesy of Garin Nugroho Workshop

27.08.2019
16.00-21.30 WIB

GoetheHaus Jakarta

Penayangan film "Kucumbu Tubuh Indahku" dan "Nyai" serta diskusi bersama Garin Nugroho dan Ifan Ismail

16.00 – 18.00 WIB Penayangan Kucumbu Tubuh Indahku
18.30 – 20.00 WIB Diskusi bersama Garin Nugroho dan Ifan Ismail
20.00 – 21.30 WIB Penayangan Nyai


Salah satu sutradara Indonesia paling aktif saat ini, Garin Nugroho, telah berkarya selama 38 tahun dengan menggunakan banyak ragam bahasa gambar, dari mulai yang puitis, romantis sampai yang politis. Dalam rangka Arthouse Cinema Extra Goethe-Institut Indonesia dengan senang hati mengadakan acara Setapak Demi Setapak: 38 Tahun Garin Nugroho Berkarya. Pada kesempatan ini kami akan menayangkan dua karya yang terhitung paling akhir dari Garin yaitu Nyai (2016) dan Kucumbu Tubuh Indahku (2019). Kedua film ini kami ambil sebagai contoh untuk mengajak penonton melihat banyak masalah aktual bangsa Indonesia, sesuatu yang selalu dilakukan Garin sebagai sutradara. Kesadaran sejarah dan kebangkitan nasionalisme dalam Nyai digarap Garin dengan menggunakan teknik pengambilan gambar satu kali (one single shoot), dan menerapkan prinsip-prinsip seni pertunjukan. Sementara dalam Kucumbu Tubuh Indahku, Garin mengetengahkan kisah seorang penari laki-laki dari mulai kecil sampai dewasa. Film ini menyentuh penontonnya dengan memberi gambaran mengenai ketubuhan seorang manusia Indonesia yang dipengaruhi begitu banyak faktor di sekitarnya seperti tradisi keluarga, pilihan politik, preferensi seksual dan semangat zamannya.
 
Dialog di antara penayangan kedua film, bersama Garin Nugroho dan Ifan Ismail, kami adakan untuk mengundang pembicaraan yang lebih luas mengenai Garin dan karya-karyanya. Berangkat dari latar belakang yang tidak sama, tetapi juga tidak terlalu berbeda, Garin dan Ifan akan berbincang bersama penonton mengenai kedua film yang ditayangkan, dan mengenai Garin sebagai pembuat film dengan lingkungan sosialnya, termasuk kondisi masyarakat yang ia lihat selama 38 tahun karirnya, baik dari segi budaya, politik maupun ekonomi.


Kucumbu Tubuh Indahku

Juno masih kecil ketika ayahnya meninggalkan dia dan rumah mereka di satu desa di Jawa. Sendirian dan tersia-sia, Juno kemudian menemukan dunia baru ketika bergabung dengan satu kelompok Lengger, jenis tarian yang dibawakan oleh pria namun dengan gerak-gerak feminin serta karakter perempuan. Sensualitas dan seksualitas tubuh Juno yang menjadi bagian dari tubuh dan tarian yang dilakoninya tak bisa lepas dari pengaruh situasi politik dan sosial Indonesia saat itu yang sedang kisruh. Juno berpindah dari satu desa ke dasa lain. Dalam perjalanannya ia mendapat perhatian dan cinta dari beberapa orang, dari guru tarinya, dari bibinya yang aneh, dari seorang paman tua yang bekerja sebagai penjahit, dari seorang petinju tampan, dan dari seorang warok. Namun, ia selalu sendirian menghadapi tubuhnya, tubuhnya yang menjadi medan laga berbagai ideologi dan kepentingan.
 


Nyai

Film ini berlangsung selama 90 menit. Berlatar masa penjajahan Belanda pada 1927, seorang perempuan cantik hidup persama suami Belandanya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Perempuan ini kehilangan namanya, ia biasa dipanggil hanya sebagai Nyai, kata yang juga memiliki arti seorang wanita simpanan. Ia mulai menyadari bahwa ia seolah hidup dalam penjara. Dia harus menghadapi banyak orang yang mengunjungi rumahnya ketika suaminya yang sakit berulang tahun. Kehidupan Nyai saat mengurus suaminya menjadi sebuah drama kesendirian tentang keberadannya di dunia, dengan hidup yang telah direbut paksa darinya.
 

BIOGRAFI

Garin Nugroho lahir di Yogyakarta pada 1961. Karya-karyanya dianggap banyak kritikus sebagai garda terdepan perfilman Indonesia modern, terutama mulai 1990an sampai sekarang. Garin telah menghasilkan sejumlah karya di bidang lain seperti video musik, pertunjukan teater, instalasi, buku, sampai festival film JAFF (Jogja-NETPAC Asian Film Festival). Film-film Garin telah menempatkan nama Indonesia di berbagai ajang festival terhormat berskala internasional antara lain di Cannes, Venesia dan Berlin. Di sela-sela kesibukannya Garin dikenal pula sebagai kontributor kolom di beberapa harian Indonesia untuk topik-topik seputar kebangsaan dan komunikasi budaya.


Ifan Ismail adalah penulis naskah dan konsultan penceritaan. Sejak 2011 ia berkonsentrasi di penulisan film bioskop dan telah memenangi penghargaan Piala Citra 2013 untuk Penulis Skenario Adaptasi lewat film Habibie & Ainun, yang ia tulis bersama Gina S. Noer. Selain menulis naskah ia pernah menjadi tim Eric Sasono pada 2011 menyusun buku "Menjegal Film Indonesia: Pemetaan Ekonomi Politik Industri Film Indonesia". Saat ini Ifan bekerja sebagai Koordinator Program di kineforum, sebuah ruang putar alternatif program Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Menuju Arthouse Cinema

Kembali