Diskusi Seniman Sejarah Alternatif

Sejarah Alternatif © Goethe-Institut Jakarta

28.01.2022
17.00 WIB

Online

Sebuah diskusi bersama FX Harsono, Khvay Samnang, dan Koh Nguang How dengan Chairat Polmuk sebagai pembahas, dalam rangka pameran ERRATA, bagian dari proyek jangka panjang Collecting Entanglements and Embodied Histories.

  • Berlin: 11.00, 28 Januari
  • Jakarta & Bangkok: 17.00 WIB, 28 Januari
  • Singapura: 18.00, 28 Januari

Inti dari proyek jangka panjang 'Collecting Entanglements and Embodied Histories' terletak pada kata terakhirnya: histories, alias berbagai versi sejarah. Di Chiang Mai, kurator Gridthiya Gaweewong (lebih dikenal sebagai Jeab; bersama anggota tim kuratorial proyek ini: Anna-Catharina Gebbers, Grace Samboh, dan June Yap) memprakarsai pameran yang sedang berlangsung berjudul “ERRATA” di MAIIAM Contemporary Art Museum, sebagai upaya untuk mempresentasikan sejarah alternatif dan narasi kecil melalui karya 38 seniman dan koleksi empat arsip.

tayang langsung di kanal berikut:


YouTube:


Facebook:








Inspirasi utama Jeab dalam mengurasi ERRATA adalah pameran berjudul sama, yang diprakarsai seniman dan peneliti Koh Nguang How di ruang seni independen Singapura p-10 pada 2004. Ide pameran ini berawal dari niatan Koh merevisi kesalahan katalog pertama Singapore Art Museum (SAM) mengenai seni di Singapura, yang diterbitkan pada 1996. Alih-alih memberi tahu pihak museum tentang hal itu, ia malah menginformasikan kesalahan informasi tanggal di lukisan Chua Mia Tee pada Fukuoka Art Museum sebagai pihak yang meminjam karya. Pada saat itu, lukisan Chua Mia Tee sedang dipinjam dari SAM, dan setelah menerima info dari Koh, Fukuoka Art Museum menerbitkan revisi (errata) dalam pameran yang mereka adakan di 1997. Menyadari bahwa SAM tidak juga memperbaiki kesalahan data tersebut bahkan hingga 2004, Koh memutuskan untuk membuat pameran berdasarkan kesalahan tersebut, dan sejak itu Koh dikenal dengan koleksi arsipnya yang lengkap tentang perkembangan budaya Asia Tenggara. Secara kontras, ERRATA dalam konteks pameran di MAIIAM adalah sebuah metafora yang mewakili koleksi dan pilihan karya milik MAIIAM sebagai sejarah alternatif dalam sejarah seni modern dan kontemporer Thailand.
 
Diskusi ini menampilkan Khvay Samnang, seniman Kamboja yang karyanya, Rubber Man (2015), menyoroti eksploitasi tanah di kampung halamannya dalam kaitannya dengan era kolonial Prancis. Dalam karya ini, sang seniman muncul dalam video yang direkam di Rattanakiri, berjalan-jalan dengan cairan karet segar yang dituangkan ke tubuhnya, seolah ia menjelma roh pohon karet yang merespons pergantian dirinya dengan tanaman lain sejalan dengan privatisasi tanah.
 
FX Harsono berbicara tentang salah satu karya pada awal kariernya, yang dibuat untuk mengenang pengalamannya selama Orde Baru di Indonesia, Rewriting the Erased Name (2009). Karya tersebut menampilkan tekad Harsono untuk mengingat identitasnya sebagai Indonesia-Tionghoa, di tengah peraturan anti-Tiongkok di Indonesia atas nama persatuan nasional.
 
Diskusi akan menampilkan dosen Chairat Polmuk sebagai pembahas, yang akan merefleksikan bagaimana praktik seni rupa yang berbeda dapat melihat sejarah dari pendekatan yang berbeda--seni, sejarah, dan memori kolektif—yang memengaruhi konteks politik pembicara saat ini.

pembicara

FX HARSONO (LAHIR PADA 1948)
adalah seorang tokoh penting dalam kancah seni rupa kontemporer Indonesia. Bahasa artistiknya sejalan dengan konteks sosial dan budaya saat ini. Sejak 2000, ia menyoroti isu-isu seputar keturunan Indonesia-Tionghoa sebagai golongan minoritas di Indonesia. FX Harsono belajar seni lukis di STSRI "ASRI", Yogyakarta (Indonesia) dari 1969–1974 dan di Institut Kesenian Jakarta dari 1987–1991. Ia mendapat penghargaan Prince Clause Award 2014, dari Prince Clause Fund, Belanda; dan Penghargaan Joseph Balestier 2015 untuk Kebebasan Seni, dari Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Art Stage Singapura.

KHVAY SAMNANG (LAHIR PADA 1982)
tinggal dan bekerja di Phnom Penh. Ia lulus dari Departemen Lukisan di Royal University of Art. Praktik multidisiplin Samnang menawarkan pandangan baru tentang peristiwa bersejarah dan terkini serta ritual budaya tradisional menggunakan gerakan simbolis yang dibumbui humor. Ia berfokus pada dampak kemanusiaan dan ekologi dari kolonialisme dan globalisasi. Karya-karyanya telah dipresentasikan di tempat-tempat lokal dan internasional, termasuk di pameran dan festival besar seperti Tramway, Glasgow; 1st Helsinki, Helsinki; Museum Seni Daegu, Korea; Biennale Anak 2021, Singapura; Haus der Kunst, München; Frieze 2019, London; Galeri Batia Saem, Siem Reap; Galeri seni New South Wales, Sydney; Biennale Sydney; dokumen 14; Galeri Tomio Koyama, Tokyo; Museum Seni Orange County, California; Pusat Seni Jim Thompson, Bangkok; Jue de Paume, Paris; Museum Queens, Museum Yahudi, New York City.

KOH NGUANG HOW (LAHIR PADA 1963)
bekerja di National Museum Art Gallery sebagai asisten kuratorial dari Oktober 1985 hingga Januari 1992. Ia bergabung dengan kolektif seni The Artists Village sejak 1989. Ia mulai memamerkan arsip seni sejak 1992 pada tahun “Performance Week” di Galeri 21, Singapura; khususnya dalam pameran “ERRATA” di p-10, Singapura pada 2004. Ia memprakarsai Singapore Art Archive Project (SAAP) pada 2005, kemudian menampilkan lebih dari 15 karya tematik dan pameran di bawah SAAP di Singapura dan luar negeri.

Pembahas

CHAIRAT POLMUK
adalah dosen di Departemen Thai, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand, di mana ia mengajar bahasa dan sastra Asia Tenggara, teori budaya, dan studi media. Ia menerima gelar PhD dalam Sastra Asia, Agama, dan Budaya dari Cornell University. Penelitiannya berfokus pada aspek afektif dan intermedial sastra dan budaya visual pasca-Perang Dingin, terutama di Thailand, Laos, dan Kamboja. Tulisannya pernah dimuat di Journal of Letters dan Southeast of Now: Directions in Contemporary and Modern Art in Asia. Ia juga menulis artikel tentang Apichatpong Weerasethakul dan Rithy Panh untuk Oxford Bibliography dalam subjek Cinema and Media Studies. Chairat adalah anggota kolektif editorial di Southeast of Now.

COLLECTING ENTANGLEMENTS AND EMBODIED HISTORIES

adalah sebuah dialog antara koleksi Galeri Nasional Indonesia, MAIIAM Contemporary Art Museum, Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin, dan Singapore Art Museum, yang diinisiasi oleh Goethe-Institut. Proyek ini terwujud melalui empat pameran di empat institusi kolaborator, program publik daring yang rutin disiarkan melalui Facebook dan YouTube, serta seri esai video oleh praktisi seni mengenai seniman terpilih. Tim kuratorial dalam proyek ini adalah Anna-Catharina Gebbers, Grace Samboh, Gridthiya Gaweewong, dan June Yap.
 

Kembali