Basuki Abdullah (l. 1915, Surakarta; m. 1993, Jakarta)
Kakak dan Adik, 1978 (atau 1971)
Cat minyak di atas kanvas65 x 79 cm
Koleksi Galeri Nasional Indonesia
Lukisan Kakak Adik (1978) menegaskan kecenderungan artistik Basuki Abdullah. Dalam kanvas-kanvasnya, ia ‘memperindah’ realitas, sehingga sering membuatnya dikritik sebagai pelukis borjuis yang hanya tertarik dengan keindahan dan kemegahan. Subjek-subjek lukisannya umumnya berkisar pada tokoh pahlawan nasional, pejabat pemerintah, keluarga kerajaan, perempuan cantik, dan pemandangan alam. Semasa hidupnya, ia beberapa kali menjadi pelukis keluarga kerajaan, mulai dari Ratu Belanda, Raja Malaysia, Raja Brunei, hingga menjadi pelukis istana Kerajaan Popporo, Muangthai, Thailand (1960-1974).
Rakyat biasa jarang sekali hadir di kanvas Basoeki. Sekalinya hadir, kecenderungan untuk ‘memperindah’ tetap muncul. Sebagaimana yang terlihat dalam lukisan ini, tampak sosok seorang anak perempuan yang sedang menggendong adiknya yang masih bayi. Meski terlihat kumal dan miskin, sapuan warna, pendar cahaya serta komposisi rupanya tetap memancarkan kegemasan yang mengundang rasa haru. ‘Keindahan’ khas Basuki ini yang membuat lukisannya bisa lebih dinikmati publik luas.
Menjelang akhir masa hidupnya, ia meyakini bahwa keindahan karya seni adalah senjata yang ampuh. Pada awal 1990an, ia sempat merancang pameran antarbangsa yang mengusung tema 'perdamaian dunia tanpa senjata' dan 'budaya sebagai senjata persatuan'. Sejumlah duta besar luar negeri di Jakarta telah menyatakan dukungan untuk kegiatan yang akan dihelat setahun setelah Indonesia menjadi penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Non-Blok pada 1992.
Tentang Seniman
Basuki Abdullah, anak dari pelukis Abdullah Suriosubroto, dicatat sejarah sebagai salah satu maestro seni lukis Indonesia, khususnya lukisan gaya realis dan naturalis. Jejak langkahnya merentang panjang dari era kolonial. Pernah mengajar seni lukis dalam PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), ia kemudian mengembara ke sejumlah negara Eropa, Tokyo, dan Thailand pada masa revolusi. Sekembalinya ke Jakarta, pada 1974, ia diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka.Informasi selengkapnya tentang: