Akses cepat:

Langsung ke konten (Alt 1) Langsung ke menu utama (Alt 2)

Musik AI: Cermati detailnya

VR Consumers
©Lucrezia Carnelos Unsplash

Menurut peneliti dan seniman bunyi Oliver Bown, tidak ada cara yang pasti untuk mengetahui sejauh mana peran AI dalam proses membuat musik. Kuncinya adalah, kita harus mencermati semua detail dan memiliki kemampuan untuk membedakan kerja mesin dari keterlibatan manusia.

Bayangkanlah kita sedang mendengarkan karya musik yang sangat bagus. Ada kekayaan harmoni yang menggugah hati dan berbagai kejutan yang membuat kita terpukau. Lalu kita diberi tahu bahwa karya itu ciptaan AI. Bagaimana kita harus bereaksi – tercengang bahwa program komputer ternyata sudah secerdas itu? Atau jangan-jangan ini merupakan awal dominasi AI? Sebenarnya tidak banyak yang perlu dikhawatirkan dalam kasus ini.

Beberapa hal tidak sehebat yang terlihat


Kalau kita mendengarkan karya musik yang melibatkan manusia dalam pembuatannya, sekali pun kontribusi mereka sangat terbatas, akan sangat sulit untuk memahami peran AI dalam proses kreasi tersebut. Sistem AI bisa sangat bagus untuk menghasilkan struktur melodi yang koheren, tetapi melodi yang relatif tidak koheren pun bisa menjadi dasar untuk karya musik yang memikat.
 
James Humberstone dari Sydney Conservatorium of Music menjelaskan hal ini dalam sebuah presentasi TEDx. Ia meminta hadirin untuk secara acak memilih nada-nada yang selanjutnya dirangkai menjadi sebuah melodi. Kemudian ia mengambil melodi itu dan menggunakan sejumlah teknik produksi musik, antara lain pengulangan secara terus menerus. Melodi tersebut mulai berbentuk, antara lain karena hadirin lambat laun mulai terbiasa mendengarnya. Melalui penambahan harmoni dan penataan melodi sebagai bagian struktur yang lebih besar lewat proses pengulangan, sesuatu yang semula biasa saja bisa menjadi luar biasa. Dengan pengubahan satu atau dua nada, sebuah melodi bisa berubah sama sekali; sekalipun sembilan puluh persen dari semua nada diseleksi oleh sistem AI, tetap ada kemungkinan bahwa AI nyaris tidak berperan terhadap karya musik yang tercipta.
 

Adanya kemungkinan untuk memilih hasil yang bagus saja membuat kita sulit menilai apakah AI mampu melahirkan sesuatu yang bernilai. Tidak sulit untuk mendengarkan seratus melodi pendek guna mencari sesuatu yang menarik. Kalau pun tidak ada campur tangan orang dalam hasil sebuah algoritma, orang bisa mengatur algoritma itu sendiri agar keluarannya selalu berada dalam lingkup melodi yang indah menurut persepsi kita. Dengan adanya templat seperti itu, kontribusi penting yang diberikan oleh manusia mudah terabaikan.
 
Namun, ini tidak berarti bahwa tidak ada upaya-upaya yang luar biasa canggih dalam pembuatan musik dengan AI. Tetapi saat menilai kecanggihan itu ada toleransi yang sangat besar terkait apa yang bisa dipersepsikan sebagai musik ciptaan manusia. Klaim bahwa musik ciptaan AI bisa mengelabui telinga manusia ternyata sudah ada sejak puluhan tahun silam.
 
Beberapa karya musik paling canggih yang dihasilkan pada tahun-tahun terakhir bermula sebagai bentuk gelombang. Meskipun bekerja pada tataran milidetik, sistem itu mampu menghasilkan musik yang koheren dan kompleks selama bermenit-menit. Ini sungguh-sungguh menakjubkan. Contohnya antara lain WaveNet-Projekt dari Google dan Jukebox dari OpenAI. Hasil-hasil yang paling menarik dari segi kreativitas merupakan bentang bunyi bersuasana mimpi yang terdengar asing dan jelas-jelas diciptakan oleh mesin, tetapi justru karena itu semakin memikat.
 
Tetapi walaupun karya musik yang tercipta menunjukkan campur tangan manusia, kita tidak perlu berfokus pada bukti kemampuan kreatif AI yang spektakuler. Tidak ada salahnya kalau seseorang berkarya dengan menggunakan alat-alat AI. Alat-alat itu bisa membantu dalam menggubah musik dan mungkin dapat mengusulkan beberapa solusi nyaris siap pakai yang cukup unik untuk mendobrak kebuntuan kreatif. Uncanny Valley Winner 2020 Grup tech Uncanny Valley asal Australia keluar sebagai pemenang lomba lagu AI tahun ini. | © Uncanny Valley Musisi bukanlah penipu jika memanfaatkan AI, dan AI tidaklah menipu jika memanfaatkan instruksi musisi. Alasannya sederhana saja: Membuat musik bukanlah lomba teknologi! Itulah gagasan di balik penggunaan sistem-sistem tersebut. Masalah baru muncul jika publik diarahkan untuk percaya bahwa suatu komposisi dihasilkan tanpa campur tangan manusia dan bahwa AI lebih hebat dari yang sebenarnya.

Sistem AI bukanlah makhluk sosial

Sistem-sistem musik AI yang paling canggih belajar dengan cara menelaah musik buatan manusia dalam volume yang besar. Pada sistem-sistem yang paling maju, kita bisa menemukan kompetensi mencengangkan, yang berlandaskan struktur-struktur rumit, serta konsep-konsep musik abstrak, yang seluruhnya bersumber pada analisis data. Mungkinkah sistem seperti itu menghasilkan musik yang benar-benar orisinal dan sesuai dengan konteks kulturalnya? Mungkin sistem tersebut meniru berbagai karakteristik musik yang membangkitkan emosi manusia dan memicu reaksi tertentu?
 
Berdasarkan pengetahuan kita sejauh ini, saya berpendapat bahwa kemajuan seperti itu, dalam batas tertentu, bisa saja terwujud. Menurut saya, tidak pada tempatnya kita mengatakan sebuah sistem tidak layak dianggap sebagai pencipta musik orisinal hanya karena tidak bisa “merasakan” atau “memahami” musik yang diciptakan itu.
 
Pelopor komputer Alan Turing sempat mengemukakan tesis bahwa setiap sistem komputer yang mampu memberi jawaban yang tidak bisa dibedakan dari jawaban manusia jika ditanya oleh seorang manusia haruslah dianggap cerdas. Saya yakin bahwa kita bisa menghadirkan kecerdasan musikal seperti itu lewat algoritma. Robot plays piano Automasi musik oleh AI dapat membawa dampak terhadap sistem-sistem interaksi kultural yang telah ada sejak dahulu kala. | Photo Credit: Franck V / Unsplash Namun, masih ada perbedaan antara kecerdasan ini dan kecerdasan yang kita gunakan sebagai makhluk sosial: kita sering kali mementingkan latar belakang dan asal-usul musik. Musik merupakan medium untuk interaksi sosial dan penyampaian makna, dan membantu kita menemukan tempat kita di dalam masyarakat. Musik yang dihasilkan dengan memanfaatkan AI bisa jadi kurang menyentuh perasaan, karena algoritma yang melahirkannya tidak terkait dengan fungsi-fungsi sosial tadi – tetapi teknologi tersebut dapat menjadi relevan secara kultural jika digunakan oleh sesama manusia.

Hati-hati melihat ke masa depan

Media generatif mencakup semua “produk budaya” yang dihasilkan oleh mesin – termasuk musik, sastra, seni rupa, dan film. Musik sepertinya merupakan media yang relatif tidak berbahaya, sementara pembuatan pesan iklan bertarget atau, yang lebih gawat lagi, pesan kampanye politik jelas lebih merisaukan. Peluang untuk memanipulasi kelompok masyarakat tertentu secara keseluruhan merupakan ancaman terhadap demokrasi dan tatanan masyarakat kita, dan dominasi AI di bidang ini patut lebih dikhawatirkan daripada drone pembunuh.
 
Meskipun merupakan elemen penting fondasi masyarakat kita, musik dapat dimanfaatkan untuk teknologi yang bersifat manipulatif dan mengekang. Sebuah simfoni atau balada rock dinikmati melalui saluran sel saraf yang tertanam kuat dalam evolusi otak manusia. Cita rasa kita merupakan hasil dari konteks sosial dan pengalaman hidup kita dan berkembang bersamaan dengan otak kita, yang telah dibentuk seiring perjalanan sejarah spesies kita. Akibat adalah bahwa kita merupakan makhluk yang mudah diprediksi dan rentan terhadap pengaruh budaya.
Portrait Oliver Bown Oliver Bown | © Oliver Bown
Terlepas dari manipulasi kesadaran, perubahan yang tidak dikehendaki dalam musik bisa saja terjadi; automasi AI bisa berdampak negatif terhadap sistem interaksi kultural yang telah ada sejak lama dan juga terhadap mereka yang hidup dari produksi musik. Di pihak lain, sepanjang sejarah ada banyak contoh teknologi baru yang ditanggapi dengan kewaspadaan atau penolakan yang berlebihan oleh sebagian masyarakat dan diterima dengan tangan terbuka oleh generasi muda, Antara lain fotografi, synthesizer, komputer drum, dan Photoshop. Dampak negatifnya diimbangi oleh peluang-peluang baru yang fenomenal.
 
Berbagai gagasan yang terpisah-pisah ini tidak dapat dirangkai menjadi teori terpadu mengenai pemanfaatan AI untuk menciptakan produk budaya, melainkan mengisyaratkan bahwa berbagai teknologi tersebut dapat menambahkan kompleksitas dan keberagaman baru kepada lanskap budaya. Kita harus mencermati semua detail!

Pandangan Oliver Bown mengenai masa depan AI kreatif bisa dipelajari di sini.
 

Top