Ragam Fakta Goethe - Goethe-Institut Indonesien
Gedung berlantai dua di bilangan Cikini dan sebuah instalasi kaca yang berdiri kokoh di Jl. Sam Ratulangi menjadi saksi bisu perjalanan Goethe-Institut Indonesien dalam membuka ruang bagi Indonesia mengenal Jerman lebih dekat melalui bahasa, budaya, dan pendidikan. Rubrik ini menyajikan fakta dan kisah yang jarang tersorot selama 60 tahun berdirinya Goethe-Institut Indonesien.
Transparente Linie
Pada musim panas 2001
saya dihubungi oleh Dr. Peter Bumke, pimpinan Goethe-Institut saat itu, untuk menanyakan apakah saya berminat menciptakan karya seni untuk tempat istimewa di alamat baru Goethe-Institut. Mengingat saya sudah pernah menjalin kerja sama yang baik dengan Bapak Bumke di India dan sangat senang berkarya dalam konteks lokal, saya segera tertarik dengan proyek ini dan kami pun giat bertukar ide dan foto lewat email.Dengan cepat terungkap bahwa halaman bersangkutan sering kali sangat panas pada siang hari sehingga orang pada umumnya berkumpul di daerah beratap yang mengelilinginya. Instalasi yang akan dibuat seyogianya memancarkan kesejukan, mencegah penumpukan energi di pekarangan, menampilkan kesan ringan dan transparan, serta memberi pemandangan yang menarik dari segala arah.
Situasi ini memicu gagasan bahwa bahan kaca dengan wujud tiga dimensi yang transparan dan berdiri bebas mungkin paling cocok. Saya pun mendapat undangan untuk pergi ke Jakarta pada waktu Natal 2001 dalam rangka mempelajari keadaan lingkungan, menyurvei lokasi, dan menilik arsitektur di tempat. Dari sini lahir keputusan untuk mengacu kepada struktur dasar pekarangan dan menggunakan sumbu tengahnya sebagai elemen desain.
Mengenai rancangan
Instalasi ini berupa tonggak kaca yang terbuka ke empat sisi, telah mengalami proses sembur-pasir, dan memiliki wujud tiga dimensi yang transparan. Denah instalasi mengacu secara langsung ke lokasi, yaitu ke dua garis diagonal bersilangan dengan posisi dan sudut yang merepresentasikan titik tengah halaman. Namun, instalasi sedikit digeser dan ditempatkan di bagian depan halaman dan mendominasi seluruh ruang dengan tinggi keseluruhan 3,60 meter.
Penyangga dari baja tahan karat di bagian tengah instalasi menstabilkan karya tersebut dan sekaligus menjadi elemen desain yang menandakan titik pusat bidang-bidang kaca yang membuka. Lembaran-lembaran kaca yang telah disembur-pasir dan bersilangan secara diagonal diberi garis-garis tembus pandang yang menunjuk keluar melewati tepi kaca dan dengan demikian seakan-akan menjangkau ruang sekitar di mata pengamat. Pergerakan pengamat dan berbagai kondisi cahaya dan cuaca yang berbeda akan melahirkan beragam konstelasi wujud instalasi dan garis-garis tersebut.
Instalasi selesai didirikan
Pada paruh pertama tahun 2002, saya membuat model berskala 1:10 di München dan menggunakannya untuk menguji coba beberapa konstelasi garis yang berbeda-beda, serta untuk menentukan biaya dan detail-detail teknis bersama perusahaan kaca, bengkel logam, dan ahli statika.
Pada musim panas 2002 kemudian diketahui bahwa untuk properti federal ini takkan tersedia bantuan pembuatan karya seni dari sumber-sumber dana publik. Dr. Bumke akhirnya berhasil menarik perusahaan Siemens sebagai sponsor.
Uang yang diperoleh digunakan untuk pembuatan fondasi di lokasi, pengadaan sistem pencahayaan untuk situasi malam hari, serta pengangkutan bagian-bagian instalasi dengan pesawat terbang. Perakitan instalasi yang berat itu merupakan proses rumit yang dikerjakan bersama biro arsitek dan tim konstruksi setempat, dan menjadi performans artistik tersendiri oleh para pekerja yang menggunakan tangan kosong.
München, April 2022
Dorothea Frigo
Jl. Raden Saleh Raya
Sebuah gedung di bilangan Cikini
sempat menjadi saksi bisu berlangsungnya pembelajaran bahasa Jerman di Jakarta. Sekitar tahun 1997 hingga 2000, Goethe-Institut Jakarta menempati gedung bekas Kedutaan Besar Jerman Timur di Jl. Raden Saleh Raya untuk menampung lebih banyak peserta kursus.Lima ruang kelas yang tersedia di kantor Goethe-Institut Jakarta di Jl. Matraman Raya 23 ternyata tidak memadai untuk memfasilitasi tingginya permintaan kursus bahasa Jerman pada 1997. Keputusan untuk memanfaatkan gedung di Jl. Raden Saleh Raya itu memungkinkan Goethe-Institut Jakarta untuk melaksanakan kursus bahasa Jerman di dua lokasi sekaligus.
Gedung tambahan tersebut berlantai dua dan memiliki sekitar sepuluh ruang kelas. Interior bangunan itu bak labirin karena jalannya yang berbelok-belok serta banyaknya pintu. Konon, properti itu juga pernah menjadi rumah bagi Herder Institute, sebuah institut milik Jerman Timur yang juga mengajarkan bahasa Jerman.
Pemanfaatan dua lokasi sebagai pusat pembelajaran bahasa Jerman ini menjadi cikal bakal dibukanya kelas di hari Sabtu dan Minggu. Penawaran ini disambut baik oleh para calon peserta kursus, sehingga kelas di Jl. Matraman Raya dan Jl. Raden Saleh Raya selalu dipenuhi siswa setiap harinya. Para guru bahasa Jerman di Goethe-Institut Jakarta yang saat itu berjumlah 20-30 orang harus rela bolak-balik mengajar di dua tempat itu.
Jakarta, Mei 2022
Ryan Rinaldy