© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
Sejarah berdirinya Goethe-Institut Surabaya bermula ketika pakar musik gamelan Dr. Rudolf Gramich dan guru-guru lainnya mulai memberikan kursus bahasa Jerman di Surabaya pada tahun 1960-an. Keberhasilan yang tinggi dari kursus-kursus ini menarik perhatian Goethe-Institut untuk membuka kantor di Surabaya pada tahun 1964.
Karena pergolakan politik, manajemen ditarik kembali ke Jerman, tetapi Goethe-Institut Surabaya tetap bertahan. Tak lama kemudian kursus bahasa di Goethe-Institut menjadi sangat populer. Bahkan di tahun 1966, setidaknya seribu orang mencoba mengakses ke institut untuk mendaftar kursus bahasa. Situasi saat itu tidak kondusif sampai polisi datang dan mengamankan area tersebut.
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
“Deutsche Tanzer“ terdiri dari 10 orang dari sejumlah kelompok balet terkenal dari berbagai kota di Jerman Barat. Atas prakarsa Goethe-Institut, mereka bergabung dengan nama “Deutsche Tanzer“ untuk mengadakan tur keliling ke sejumlah negara Asia. Di Indonesia, rombongan ini tampil di Jakarta dan Surabaya. Mereka menarikan tarian balet klasik dan modern hingga tarian jazz-ballet. Semula, pertunjukan di Jakarta hanya dijadwalkan satu kali. Namun, pertunjukan di Jakarta ditambah satu karena tingginya permintaan. Mereka muncul dua kali berturut-turut di Bali Room H.I pada Senin, 27 dan Rabu, 29 November 1967 malam.
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien
© Bert Verhoeff / Anefo / CC0 1.0 Universal Public Domain Dedication
Goethe-Institut mengadakan kegiatan menonton bersama publik untuk kembali menyaksikan kejuaraan dunia sepak bola memperebutkan Piala Dunia 1974 melalui pita film. Kegiatan ini berlangsung pada Januari, lima bulan setelah perhelatan sepak bola itu digelar di Jerman Barat. Pada saat itu, tuan rumah Jerman Barat dinobatkan sebagai juara setelah mengalahkan Belanda 2-1 di Stadion Olimpiade München.
© Arsip - Goethe-Institut Indonesien